Senin, 11 November 2013

landasan pengembangan kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
      Sebuah bangunan tertinggi tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang kuat agar dapat berdiri tegak, kokoh, dan tahan lama. Hal ini juga berlaku pada  pengembangan kurikulum. Apabila landasan atau fondasi pendidikan atau kurikulum lemah dan tidak kokoh maka yang akan di pertaruhkan adalah peserta didik.
        Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
      Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu pengembangan  suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja landasan pengembangan kurikulum?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui apa saya yang menjadi landasan pengembangan kurikulum.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan pengembangan kurikulum
      Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
      Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
      Menurut salah seorang ahli kurikulum yang bernama robert.S. Zais (1976), kurikulum suatu lembaga pendidikan di dasarkan oleh lima landasan.  Namun terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
1.      Landasan Filosofis
                           Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam             melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum di sekolah.   Dalam pengertian umum, filsafat adalah cara berfikir yang radikal,            menyeluruh dan mendalam atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu secara mendalam. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
                        Filsafat akan menentukan arah kemana siswa akan dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah yang dianut oleh suatu negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut.
        Tujaun pendidikan nasional di Indonesia bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia. Hal ini telah diwujudkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasiuonal, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasamani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan.
                        Sebagai implikasi  bagi para pelaksana pendidian terutama guru dan kepala sekolah, dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah maka nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut harus menjadi acuan yang mendasar dalam mewujudkan praktik pendidikan di sekolah sehingga menghasilkan siswa yang beriman, berilmu dan beramal dalam kondisi serasi, selaras, dan seimbang. Disinilah pentingnya filksafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan.
          Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan yang dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut. Pengembangan suatu kurikulum, walaupun pada tahap awal sangat diwarnai oleh filsafat dan ideologi negara, namun menuntut untuk senantiasa diperbaiki, diperbarui, dan disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan karena kurikulum itu sifatnya hipotetis. Maksudnya, kurikulum menentukan manusia hari esok (masa depan) pada hari ini berdasarkan pengalaman masa lalu.
                        Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan. Kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1.      Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.      Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3.    Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4.      Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5.      Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
                        Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme                        merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model        Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan         Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam        pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
                        Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan      tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum,             penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih      mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang             terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa       negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran          landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih     menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2.      Landasan Psikologis
                              Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sedangkan    kurikulum adalah upaya menetukan program pendidikan untuk mengubah prilaku manusia. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkenaan dengan proses perubahan perilaku siswa. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
                        Dua cabang psikologi yang dianggap penting di perhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan siswa dan psikologi belajar. Psikologi belajar memberikan sumbangan bagi kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu di berikan kepada siswa. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa sesuai dengan  taraf perkembangan siswa.
1)      Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
          Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya Menurut J.J Rousseau, bahwa anak sejak lahir sudah memiliki potensi untuk berkembang.
            Menurut John Locke, perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, dimana semua orang-orang disekelilingnya dapat bebas menulisi kertas tersebut.
     William Stern, bahwa perkembangan anak merupakan hasil dari perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan semburna berkat pengaruh dari lingkungan. Aliran ini di sebut aliran konvergensi.
     Pandangan tentang anak sebagai mahluk yang unik sangat perpengaruh terhadap perkembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, yaitu:
a.       Setiap anak diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai bakat, minat dan kebutuhannya.
b.      Disamping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum yang wajib di pelajari setiap anak, sekolah menyediakan pula pelajaran-pelajaran yang sesuai dengan minat anak.
c.       Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar keterampilan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
d.      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang memandang pengetahuan, nilai atau sikap,  dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh dan lahir batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak atau individu dalam proses pelaksanaan kurikulum (pembelajaran) dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku siswa.
b.      Bahan atau materi pelajaran yang diberikan sesuai kebutuhan, minat, dan perhatian siswa serta bahan tersebut mudah dijangkau oleh siswa.
c.       Strategi pembelajarajn bahan ajar di sesuaikan dengan taraf perkembangan siswa.
d.      Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat siswa.
e.       Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap satu ketahap lainnya dan di jalankan secara terus menerus.
2)      Psikologi Belajar dan Kurikulum
      Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu atau siswa belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku baik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman, dapat di kategorikan sebagai perilaku hasil dari belajar.
     Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan            sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan        kurikulum.
     Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu teori disiplin mental atau teori daya, teori behaviorisme, dan teori organismik. Menurut teori daya dari lahir anak atau individu telah memiliki potensi-potensi tertentu yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Rumpun teori yang kedua adalah teori behaviorisme, teori ini mencakup tiga teori yaitu koneksionisme, kondisioning, dan penguatan. Teori behaviorisme ini berangkat dari asumsi bahwa individu tidak  membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu  di tentukan oleh lingkungan ( keluarga, sekolah, masyarakat).  Teori belajar yang ke tiga yaitu teori belajar organismik, teori belajar ini mengecu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, tetapi keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan. Hubungan ini dijalin oleh stimulus respon. Dalam teori ini guru hanya sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan  dan siswa berperan sebagai pengelolahan bahan pelajaran. Belajar berlangsung brdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi anatara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini, bkan menghafal tetapi memecahkan masalah. Teori belajar ini banyak mempengaruhi praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah karena teori ini memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Belajar itu berdasakan keseluruhan
b.      Belajar adalah pembentukan kepribadian
c.       Belajar berkat pemahaman
d.      Belajar berdasarkan pengalaman
e.       Belajar adalah suatu proses pengembangan
f.       Belajar adalah proses berkesinambungan
g.      Belajara akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa.
3.      Landasan Sosiologis
            Landasan sosiologis mengarakan kajian mengenai kurikulum yang di kaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga hal tersebut pada hakikatnya merupakan landasan yang sangat mempengaruhi penetapan isi kurikulum.
1)      Kurikulum dan Masyarakat
      Masyarakat adalah suatu kelompok individu terorganisasi yang berfikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Sebagai akibat dari perkembangan yang terjadi saat ini, terutama sebagai pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan hidup masyarakat semakin luas dan semakin meningkat sehingga tuntutan hidup semakin tinggi. Perkembangan masyarakat tersebut menuntut tersedianya proses pendidikan yang relavan. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat memperiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi masyarakat dimana mereka hidup. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangan memperhatikan perkembangan masyarakat. 
      Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntan masyarakat, bukan hanya programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan staregi pelaksanaannya. Oleh karena itu, guru sebagai pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relavan dan berguna bagi kehidupan di masyarakat. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus di sesuaikan dengan kondidi masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang di capai oleh siswa akan bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum harus di tentukan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan masyarakat setempat.

2)      Kurikulum dan kebudayaan
      Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat.  Seluruh nilai yang telah di sepakati masyarakat dapat pula di sebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karya, karsa manusia yang di wujudkan dalam tiga hal sebagai berikut:
a.       Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b.      Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
c.       Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat.
Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Kebudayaan inilah yang membedakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks inilah siswa di perkenalkan dengan kebudayaan manusia, dibina dan dikembangkan dengan nilai budayanya, serta di bina kemampuan dirinya menjadi manusia yang berbudaya. Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan. Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan salah satu alat yang di sebut kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berfikir, berasa, bercita-cita. Oleh karena itu dalam mengembangkan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
3)      Kurikulum dan Perkembangan Iptek
      Ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia. Pengaruh dari perkembangan iptek ini cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial budaya, keagamaan, keamanan dan pendidikan. Perkembangan industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, vidio, dan alat-alat lainnya.
      Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat terutama perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara  langsung akan menjadi isi  atau materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung perkembangan Iptek memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah. Yang di hadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga di manfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis. Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan.  Landasan filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya.
      Landasan psikologis terutama berkaitan dengan teori belajardan psikologi perkembangan. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu di sampaikan dan bagaimana pula siswa harus memperlajarinya. Psikologi belajar berkenaan dengan penentuan stategi kurikulum.  Sedangkan psikologi perkembangan di perlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa.
      Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum kerena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan, kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budaya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikian atau kurikulum.

fungsi dan tujuan bimbingan konseling



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Bimbingan konseling merupakan bantuan  yang di berikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Kalimat tersebut telah secara langsung memuat sifat, fungsi dan tujuan bimbingan dan konseling di sekolah dasar. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa saja sifat bimbingan konseling di SD
b.      Apa saja fungsi bimbingan konseling di SD
c.       Apa saja tujuan bimbingan konseling di SD

C.     Tujuan
a.       Mengetahui sifat bimbingan konseling di SD
b.      Mengetahui fungsi bimbingan konseling di SD
c.       Mengetahui tujuan bimbingan konseling di SD







BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sifat BK di SD
            Beberapa ahli mengatakan adanya perbedaan antara pengertian sifat dan fungsi, namun tak sedikit ahli yang mengatakan bahwa sifat dan fungsi tidak ada perbedaan yang tajam.
Pengertian sifat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (2003: 1062), disebutkan antara lain:
1.      Peri keadilan yang menurut kodratnya ada pada sesuatu (benda, orang, dsb.).
2.      Ciri khas yang ada pada sesuatu (untuk membedakan dari yang lain).
3.      Dasar watak (dibawa sejak lahir), tabiat.
            Sedangkan fungsi merupakan bagian utama dari cabang kerja yang selanjutnya terbagi menjadi aktivitas. (Marbun. 2003: 79).
            Menurut Nurihsan A. J. dan Sudianto A. (2004: 13-15) sifat dan fungsi dalam Bimbingan dan Konseling selalu berurutan atau bersanding, berikut pendapat dari Nurihsan A. J. dan Sudianto A. Ada 5 macam sifat Bimbingan dan Konseling antara lain:
  1. Pencegahan,
  2. Penyembuhan,
  3. Perbaikan,
  4. Pemeliharaan, dan
  5. Pengembangan.
            Sedangkan fungsi Bimbingan dan Konseling ada 4 macam, yaitu
  1. Fungsi pemahaman,
  2. Fungsi penyaluran,
  3. Fungsi adaptasi,
  4. Fungsi penyesuaian.
            Adapun tokoh-tokoh lain yang menyatakan bahwa sifat dan fungsi Bimbingan dan Konseling itu sama, namun kami lebih condong terhadap pendapat dari Nurihsan A. J. dan Sudianto A. yang sudah disebutkan di atas. Secara singkat berikut adalah penjabaran dari 5 macam sifat Bimbingan dan Konseling
  1. Pencegahan.
     Bimbingan dan Konseling berusaha mencegah siswa dari berbagai masalah yang mungkin timbul, yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
  1. Penyembuhan.
     Bimbingan dan Konseling diusahakan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dialami oleh siswa.
  1. Perbaikan.
     Bimbingan dan Konseling hendaknya memperbaiki kondisi siswa dari permasalahan yang dihadapinya sehingga dapat berkembang secara optimal.
  1. Pemeliharaan.
     Bimbingan dan Konseling bersifat memelihara kondisi individu yang sudah baik agar tetap baik.
  1. Pengembangan.
     Bimbingan dan Konseling bersifat mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif individu dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
B.       Fungsi Bimbingan Konseling Di Sd
            Sebagaimana diuraikan di muka bahwa fungsi merupakan bagian utama dari cabang kerja yang selanjutnya terbagi menjadi aktivitas. Dengan demikian yang dimaksud dengan fungsi Bimbingan Konseling adalah hal-hal yang terkait dengan aktivitas yang dilakukan dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Berikut penjelasan secara singkat tentang fungsi Bimbingan dan Konseling di sekolah dari pendapat Nurihsan A.J.
  1. Fungsi pemahaman yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan siswa.
  2. Fungsi Pencegahan/Preventif yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya pembimbing untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegah supaya masalah itu tidak dialami siswa.
  3. Fungsi Pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseling.
  4. Fungsi Penyembuhan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
  5. Fungsi penyaluran adalah dapat membantu siswa dalam memilih jurusan, jenis sekolah, ataupun pekerjaan yang sesuai dengan minat, bakat, dan ciri kepribadian lainnya.
  6. Fungsi adaptasi yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling dalam hal membantu petugas-petugas di sekolah khususnya guru untuk mengadaptasikan program pendidikan dengan minat kemampuan, kebutuhan peserta didik.
  7. Fungsi penyesuaian yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling dalam rangka membantu siswa untuk memperoleh kemajuan dan berkembang secara optimal.
  8. Fungsi Perbaikan yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
  9. Fungsi Fasilitasi memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
  10. Fungsi Pemeliharaan yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
  11. Fungsi Advokasi  yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
C.       Tujuan Bimbingan dan Konseling.
            Menurut Marbun (2003: 376), tujuan merupakan hasil akhir yang ditentukan agar dicapai dalam waktu tertentu oleh perusahaan, organisasi atau orang yang dibebani tanggung jawab untuk itu.
            Demikian pula, dalam Bimbingan dan Konseling di sekolah, khususnya sekolah dasar (SD) juga memiliki tujuan yang akan dicapai. Di bawah ini disampaikan beberapa pendapat ahli berkaitan dengan tujuan Bimbingan dan Konseling di sekolah sebagai berikut.
  1. Menurut Nurihsan A.J. (2006) membedakan antara tujuan Bimbingan dan tujuan Konseling. Tujuan layanan bimbingan dijelaskan Nurihsan (2006: 8) agar individu dapat :
a.       Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupan pada masa yang akan datang,
b.      Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin,
c.       Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya, dan
d.      Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat ataupun lingkungan kerja,
2.      Adapun tujuan menurut Shertzer dan Stone (dalam Nurihsan, 2006: 12), sebagai berikut:
a.       Mengadakan perubahan perilaku pada klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan,
b.      Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif,
c.       Penyelesaian masalah,
d.      Mencapai keefektifan pribadi,
e.       Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya.
3.      Menurut Fakih A.R. (2004: 36-37), tujuan Bimbingan dan Konseling Islami adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan umum : membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
b.      Tujuan khusus :
1)          Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
2)          Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapinya.
3)          Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik/yang telah baik agar tetap baik/ menjadi lebih baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
4.      Menurut Nurihsan A.J. dan Sudianto A. (2005: 10), tujuan Bimbingan dan Konseling adalah membantu idividu dalam mencapai :
a.       Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan,
b.      Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat,
c.       Hidup bersama dengan individu-individu lain, dan
d.      Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya.
                        Selanjutnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapat kesempatan untuk :
a.       Mengenal dan melaksanakan tujuan hidupnya serta merumuskan rencana hidup yang didasarkan atas tujuan itu,
b.      Mengenal dan memahami kebutuhannya secara realistik,
c.       Mengenal dan menanggulangi kesulitan-kesuliatan sendiri,
d.      Mengenal dan mengembangkan kemampuannya secara optimal,
e.       Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan pribadi dan untuk  kepentingan umum dalam kehidupan bersama,
f.       Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan di dalam lingkungannya,
g.      Mengembangkan segala yang dimilikinya secara tepat dan teratur, sesuai dengan tugas perkembangannya sampai batas optimal.
Kemudian apabila ditinjau dari pihak peserta didik, tujuan Bimbingan dan Konseling ialah agar mereka dapat :
a.       Mengembangkan seluruh potensinya seoptimal mungkin,
b.      Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri,
c.       Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi lingkungan sekolah, khususnya SD, keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi dan kebudayaan,
d.      Mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalahnya,
e.       Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat dan bakatnya, dalam bidang pendidikan dan pekerjaan,
f.       Memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar SD untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di SD tersebut.
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
            Bimbingan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction) dan merealisasikan dirinya ( self realization).
            Perlunya bimbingan dan konseling di SD jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelakangi perlunya bimbingan yakni tujuan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
            Bimbingan konseling di SD ternyata memiliki sifat, fungsi dan tujuan. Sifatnya yaitu sebagai pencegahan, penyembuhan, perbaikan, pemeliharaan dan pengembangan. Fungsinya adalah  Fungsi pemahaman,  Fungsi penyaluran, Fungsi adaptasi, dan Fungsi penyesuaian. Adapun tujuannya ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
B.       Saran
            Bimbingan konseling merupakan hal penting untuk membantu para siswa siswi dalam hal mengembangkan diri secara optimal, seperti pengembangan pribadi, soisal, belajar dan karir. Karena itu kita sebagai calon Guru Sekolah Dasar harus dapat mengetahui berbagai manfaat dari Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.