BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah
bangunan tertinggi tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang kuat agar dapat
berdiri tegak, kokoh, dan tahan lama. Hal ini juga berlaku pada pengembangan kurikulum. Apabila landasan atau
fondasi pendidikan atau kurikulum lemah dan tidak kokoh maka yang akan di
pertaruhkan adalah peserta didik.
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan
manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan pengembangan kurikulum
pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan pada waktu pengembangan
suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun di
luar lingkungan sekolah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
saja landasan pengembangan kurikulum?
C. Tujuan
1. Mengetahui
apa saya yang menjadi landasan pengembangan kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Landasan
pengembangan kurikulum
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan.
Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Menurut
salah seorang ahli kurikulum yang bernama robert.S. Zais (1976), kurikulum
suatu lembaga pendidikan di dasarkan oleh lima landasan. Namun terdapat tiga aspek pokok yang mendasari
pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan
landasan sosiologis.
1. Landasan
Filosofis
Landasan
filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum di sekolah.
Dalam pengertian umum, filsafat adalah
cara berfikir yang radikal, menyeluruh
dan mendalam atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu secara mendalam.
Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Filsafat
berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah
pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari
pemikiran-pemikiran filosofis untuk menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat akan menentukan
arah kemana siswa akan dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang
melandasi dan membimbing ke arah tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat
yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang
dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah yang dianut oleh suatu negara
bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut.
Tujaun
pendidikan nasional di Indonesia bersumber pada pandangan dan cara hidup
manusia Indonesia. Hal ini telah diwujudkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989
tentang sistem pendidikan nasiuonal, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasamani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan.
Sebagai implikasi bagi para pelaksana pendidian terutama guru
dan kepala sekolah, dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di
sekolah maka nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional
tersebut harus menjadi acuan yang mendasar dalam mewujudkan praktik pendidikan
di sekolah sehingga menghasilkan siswa yang beriman, berilmu dan beramal dalam
kondisi serasi, selaras, dan seimbang. Disinilah pentingnya filksafat sebagai
pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan.
Kurikulum pada hakikatnya
adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu
sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan yang dianut suatu bangsa maka kurikulum
yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut.
Pengembangan suatu kurikulum, walaupun pada tahap awal sangat diwarnai oleh
filsafat dan ideologi negara, namun menuntut untuk senantiasa diperbaiki,
diperbarui, dan disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan karena
kurikulum itu sifatnya hipotetis. Maksudnya, kurikulum menentukan manusia hari
esok (masa depan) pada hari ini berdasarkan pengalaman masa lalu.
Filsafat memegang
peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat
Pendidikan. Kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada
aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella
Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing
aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1. Perenialisme lebih menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan
dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2. Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
3. Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4. Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses.
Aliran Filsafat
Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan
aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme
banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan
kurikulum, penerapan aliran
filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait
dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia,
tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan
Psikologis
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sedangkan kurikulum adalah upaya menetukan program
pendidikan untuk mengubah prilaku manusia. Kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan yang berkenaan dengan proses perubahan perilaku
siswa. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus
dikembangkan.
Dua cabang psikologi
yang dianggap penting di perhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu
psikologi perkembangan siswa dan psikologi belajar. Psikologi belajar
memberikan sumbangan bagi kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu di
berikan kepada siswa. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam
menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa sesuai dengan taraf perkembangan siswa.
1) Psikologi
Perkembangan dan Kurikulum
Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya Menurut J.J Rousseau, bahwa anak sejak lahir sudah memiliki
potensi untuk berkembang.
Menurut John Locke,
perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap
sebagai kertas putih, dimana semua orang-orang disekelilingnya dapat bebas
menulisi kertas tersebut.
William Stern, bahwa perkembangan anak
merupakan hasil dari perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini
mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi
ini akan semburna berkat pengaruh dari lingkungan. Aliran ini di sebut aliran
konvergensi.
Pandangan tentang anak sebagai mahluk yang
unik sangat perpengaruh terhadap perkembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak
merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya.
Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, yaitu:
a.
Setiap anak diberikan kesempatan untuk berkembang
sesuai bakat, minat dan kebutuhannya.
b.
Disamping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum yang
wajib di pelajari setiap anak, sekolah menyediakan pula pelajaran-pelajaran
yang sesuai dengan minat anak.
c.
Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar keterampilan
juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
d.
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang memandang
pengetahuan, nilai atau sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh dan lahir batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak atau individu dalam proses
pelaksanaan kurikulum (pembelajaran) dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional
selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku siswa.
b.
Bahan atau materi pelajaran yang diberikan sesuai
kebutuhan, minat, dan perhatian siswa serta bahan tersebut mudah dijangkau oleh
siswa.
c.
Strategi pembelajarajn bahan ajar di sesuaikan dengan
taraf perkembangan siswa.
d.
Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian
dan minat siswa.
e.
Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang
menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap satu ketahap lainnya dan di
jalankan secara terus menerus.
2) Psikologi
Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar berkaitan dengan
bagaimana individu atau siswa belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu
proses perubahan perilaku baik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap), dan psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman,
dapat di kategorikan sebagai perilaku hasil dari belajar.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus
mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi atau teori belajar yang
berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu teori
disiplin mental atau teori daya, teori behaviorisme, dan teori organismik.
Menurut teori daya dari lahir anak atau individu telah memiliki potensi-potensi
tertentu yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti daya mengingat,
daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan daya-daya lainnya. Rumpun teori yang kedua adalah teori
behaviorisme, teori ini mencakup tiga teori yaitu koneksionisme, kondisioning,
dan penguatan. Teori behaviorisme ini berangkat dari asumsi bahwa individu
tidak membawa potensi sejak lahir.
Perkembangan individu di tentukan oleh
lingkungan ( keluarga, sekolah, masyarakat).
Teori belajar yang ke tiga yaitu teori belajar organismik, teori belajar
ini mengecu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, tetapi keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia
dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan
lingkungan secara keseluruhan. Hubungan ini dijalin oleh stimulus respon. Dalam
teori ini guru hanya sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan dan siswa berperan sebagai pengelolahan bahan
pelajaran. Belajar berlangsung brdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi
anatara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini, bkan
menghafal tetapi memecahkan masalah. Teori belajar ini banyak mempengaruhi
praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah karena teori ini memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Belajar itu berdasakan keseluruhan
b.
Belajar adalah pembentukan kepribadian
c.
Belajar berkat pemahaman
d.
Belajar berdasarkan pengalaman
e.
Belajar adalah suatu proses pengembangan
f.
Belajar adalah proses berkesinambungan
g.
Belajara akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan
minat, perhatian, dan kebutuhan siswa.
3. Landasan
Sosiologis
Landasan sosiologis mengarakan
kajian mengenai kurikulum yang di kaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga hal tersebut pada hakikatnya merupakan
landasan yang sangat mempengaruhi penetapan isi kurikulum.
1) Kurikulum
dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok individu
terorganisasi yang berfikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan
kelompok atau masyarakat lainnya. Sebagai akibat dari perkembangan yang terjadi
saat ini, terutama sebagai pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kebutuhan hidup masyarakat semakin luas dan semakin meningkat
sehingga tuntutan hidup semakin tinggi. Perkembangan masyarakat tersebut
menuntut tersedianya proses pendidikan yang relavan. Pendidikan harus
mengantisipasi tuntutan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat
memperiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi masyarakat
dimana mereka hidup. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum
yang landasan pengembangan memperhatikan perkembangan masyarakat.
Kurikulum sebagai program atau rancangan
pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntan masyarakat, bukan hanya
programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan staregi pelaksanaannya. Oleh
karena itu, guru sebagai pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi
perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relavan dan
berguna bagi kehidupan di masyarakat. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang
terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus di
sesuaikan dengan kondidi masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang di
capai oleh siswa akan bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum harus di
tentukan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan
lingkungan masyarakat setempat.
2) Kurikulum
dan kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola
kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat. Seluruh nilai yang telah di sepakati
masyarakat dapat pula di sebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta,
karya, karsa manusia yang di wujudkan dalam tiga hal sebagai berikut:
a.
Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan.
Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan
warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b.
Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat.
c.
Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga
ini ialah seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat.
Setiap
kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Kebudayaan inilah
yang membedakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pendidikan pada
hakikatnya merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Dalam konteks inilah siswa di perkenalkan dengan kebudayaan manusia,
dibina dan dikembangkan dengan nilai budayanya, serta di bina kemampuan dirinya
menjadi manusia yang berbudaya. Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting
dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu lahir belum
berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan. Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada
para siswa dengan salah satu alat yang di sebut kurikulum. Kurikulum pada
dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berfikir, berasa, bercita-cita.
Oleh karena itu dalam mengembangkan suatu kurikulum guru perlu memahami
kebudayaan.
3) Kurikulum
dan Perkembangan Iptek
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada
hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia. Pengaruh dari perkembangan iptek
ini cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi,
sosial budaya, keagamaan, keamanan dan pendidikan. Perkembangan industri
mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Kegiatan pendidikan
membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi,
radio, vidio, dan alat-alat lainnya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya
menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin
pesat terutama perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi maka pengembangan
kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara
langsung akan menjadi isi atau
materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung perkembangan Iptek
memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan
pemecahan masalah. Yang di hadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga di manfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang
mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosiologis. Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya
filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga
pendidikan. Landasan filsafat ini
menjadi landasan utama bagi landasan lainnya.
Landasan psikologis terutama berkaitan
dengan teori belajardan psikologi perkembangan. Psikologi belajar memberikan
kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu di sampaikan dan bagaimana pula
siswa harus memperlajarinya. Psikologi belajar berkenaan dengan penentuan
stategi kurikulum. Sedangkan psikologi
perkembangan di perlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan
kepada siswa.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai
salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum kerena
pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di
samping itu keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan,
kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budaya yang
menjadi dasar dan acuan bagi pendidikian atau kurikulum.