Selasa, 03 Desember 2013

pendekatan dalam menejemen pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pada dasarnya manajemen itu penting sebab pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri sehingga itu perlu pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki. Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerjasama dalam sekelompok orang.
Dalam kehidupan sehari-hari manajemen sangat diperlukan, baik dalam kehidupan rumah tangga, organisasi, pendidikan, dan lainnya. Dalam  manajemen perlu adanya proses perencanaan, pengelolaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dengan melibatkankan semua anggota lainnya agar tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. maka manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha dan kegiatan akan sia-sia dan dalam mencapai tujuan akan lebih sulit diwujudkan.
Dalam Menajemen diperlukan pula seorang pemimpin yang mampu mengayomi para anggotanya, sehingga terjalin komunikasi yang baik dalam menajemen tersebut. Jadi setiap manejer dalam pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya, dan keterampilannya untuk mencapai tujuan harus melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dengan baik.

B.       Rumusan Masalah
1.    Mengapa manajemen dikatakan sebagai kerjasama orang-orang?
2.    Mengapa adanya manajemen sebagai suatu proses?
3.    Mengapa dalam menajemen pendidikan diperlukan kepemimpinan?
4.    Mengapa komunikasi dalam menajemen pendidikan sangat penting?
5.    Mengapa sering terjadi tantangan dalam menajemen pendidikan?


C.      Tujuan
1.    Mahasiswa mengetahui bahwa manajemen adalah kerjasama orang-orang
2.    Mahasiswa memahami manajemen sebagai suatu proses
3.    Mahasiswa mengetahui dalam menajemen diperlukan kepemimpinan
4.    Mahasiswa mengetahui adanya komunikasi dalam menajemen itu penting
5.    Mahasiswa mengetahui adanya tantangan dalam menajemen pendidikan?






















BAB II
PEMBAHASAN


PENDEKATAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Seperti telah dijelaskan pada posting-posting sebelumnya, untuk mempelajari manajemen pendidikan secara utuh perlu memahami berbagai pendekatan dalam manajemen itu sendiri. Sebagai bahan dalam mempelajari manajemen pendidikan, secara sederhana kami kemukakan pendekatan manajemen pendidikan sebagai berikut:
A.  Manajemen Adalah Kerjasama Orang-Orang
Untuk mencapai tujuan sekolah/organisasi yang telah dirumuskan yang membutuhkan berbagai keahlian dalam berbagai bidang pendidikan, secara internal sebuah sekolah yang ingin berkualitas membutuhkan orang-orang yang memiliki keahlian seperti kepala sekolah sebagai manajer dengan keahliannya sebagai pemimpin, sedangkan para guru yang memiliki keahlian menejemen kelas yang baik, tenaga bimbingan dan konseling, ketatausahaan yang memiliki keterampilan dalam sistem manajemen informasi dan administrasi, guna berbagai kebutuhan data berkenaan kegiatan sekolah dan yang tidak kalah pentingnnya untuk mengambil keputusan manajer. Perpustakaan membutuhkan pustakawan yang dapat mengelola perpustakaan secara efektif dan memberikan kreatifitas untuk menghidupkan suasana perpustakaan agar banyak dikunjungi siswa dan anggota sekolah lainnya. Petugas laboratorium yang harus bisa mengelola penggunaan waktu, memelihara serta memanfaatkan alat dengan berdayaguna. Dalam lingkungan eksternal sekolah yang berhubungan dengan dunia pendidikan, dan orang tua adalah sebagain stack holder yang mempercayakan putra-putrinya kepada sekolah.
Sekolah berhubungan dengan pengawas selaku pembina sekolah, kasubdin Dinas Pendidikan kota/kabupaten dengan berbagai stafnya, Kepala Dinas Provinsi, sampai kepada menteri pendidikan dengan berbagai bagiannya dan berbagai urusannya. Dengan demikian manajemen melibatkan banyak orang untuk mencapai tujuan yang telah  dirumuskannya. Orang-orang dari tingkat menteri sampai ketingkat sekolah (kepala sekolah, guru, dan yang lainnya)harus memiliki persepsi yang sama dalam melaksanakan kegiatannya, yaitu mencapai tujuan yang telah disepakati secara efektif dan efisien dengan mutu yang terjamin.

B.  Manajemen adalah suatu proses
Seperti halnya sebuah pendidikan, manajemen adalah suatu proses, pendekatan ini menekankan perilaku sebagaimana fungsi manajemen itu sendiri yaitu proses planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting.

1.    Manajemen sebagai sebuah sistem
Sebagai sebuah sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Sistem disini yakni input-proses-ouput-outcome.
2.    Manajemen sebagai pengelolaan
Jika kita melihat manajemen sebagai pengelolaan akan terlihat adanya pengaturan atau pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam sekolah atau sumberdaya yang harus ada untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sumberdaya tersebut harus dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.

C.  Kepemimpinan Dalam Menajemen Pendidikan
1.    Defenisi Kepemimpinan
Menurut Wirawan seperti yang dikutip oleh (Syaiful Sagala, 2006:143), kepemimpinan berasal dari kata “pemimipin”. Pemimpin ialah: orang yang dikemal oleh pengikutnya dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk meraih tujuan visinya. Sementara itu, menurut Fred E. Fiedler dalam buku (M.Ngalim Purwanto,2008:27) mengungkapkan bahwa: pemimpin adalah individu dalam suatu kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengoordinasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok. Lebih lanjut Syiful Sagala menyatakan, pemimpin yang efektif adalah: pemimpin yang anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi, kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal maupun kebutuhan lainnya. Sementara itu, kepemimpinan ialah: sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamya kewibawaan untuk dijadikan saran dalam rangka meyakinkan yang diyakininya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas yang diberikan dengan penuh semangat serta merasa tidak terpaksa (M.Ngalim Purwanto 2008:26).
2.    Sifat-sifat kepemimpinan
Menurut abdurrahaman, ada lima sifat pokok kepemimpinan secara umum yaitu:
a.    Adil
b.    Penuh inisiatif
c.    Penuh daya tarik
d.   Suka melindungi
e.    Penuh percaya diri
Disamping itu, ada beberapa sifat yang dibutuhkan dalam kepemimpinan dalam hal pendidikan. Diantaranya ialah:
1)   Rendah hati dan sederhana
Seorang pemimpin dalam lembaga pendidikan, hendaknya jangan mempunyai sifat sombong tapi yang diperlukan adalah banyak bertanya dan mendengarkan dari pada berkata dan menyuruh. Dan kelebihan yang dimiliki pemimpin hendaknya dipergunakan untuk membantu anggotanya atau bawahannya sehingga dengan demikian mereka akan merasa bahwa pemimpinnya selalu dekat dengan mereka dan bisa membantu jika mereka butuh bantuan.
2)   Bersifat suka menolong
Seorang pemimpin hendaknya selalu bersedia (menyediakan waktu) untuk mendengarkan kesulitan-kesulitan yang disampaikan anggotanya. Gunanya adalah untuk mempertebal kepercayaan anggotanya bahwa ia benar-benar tempat berlidung dan pembimbing mereka.
3)   Sabar dan memiliki kestabilan emosi
Seorang pemimipin harus memiliki sifat sabar, jangan lekas merasa kecewa dan memperlihatkan kekecewaannya dihadapan bawahanya, karena akan sangat mempengaruhi kinerja anggotnya tersebut.
4)   Pecaya pada diri sendiri
Pemimpin yang percaya diri dan dapat mengimplikasikannya dalam sikap dan tingkah lakunya maka akan menimbulkan pula sifat percaya diri pada anggotanya.
5)   Jujur, adil dan dapat dipercaya
6)   Keahlian dalam jabatan
Keahlian dalam jabatan merupakan, syarat utama dalam kepemimpinan tanpa keahlian seseorang tidak bisa menjadi pemimpin. Selain keahlian dalam jabatan, pengalaman dan penguasaan semua macam, pengetahuan yang diperlukan untuk memperoleh dan menambah kecakapan menjadi pemimpin.
3.    Tipe atau gaya kepemimpinan
a.    Kepemimpinan yang otokratis
Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggotanya. Baginya memimpin adalah menggerakan dan memaksa kelompok. Selain itu, dalam tindakan dan perbuatanya ia tidak dapat diganggu gugat. Kekuasaan yang berlebihan seperti ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik, pada anggotanya, serta menimbulkan sikap “asal bapak senang” terhadap pemimpin dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung.
b.    Kepemimpinan yang laissez faire
Tipe yang seperti ini diartikan sebagai: membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang seperti ini sama sekali tidak mengontrol dan tidak memberikan koreksi terhadap pekerjaan anggotanya. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan pada anggotanya tanpa pengaruh atau saran dari pemimpin. Dalam tipe kepemimpinan ini, biasanya struktur organisasinya tidak jelas dan kabur. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pemimpin.
Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin dengan gaya laissez faire ini, semata-mata disebabkan kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok dan bukan karena pengaruh dari pemimpinya.
c.    Kepemimpinan yang demokratis
Pemimpin yang demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator. Melainkan sebagai pemimpin ditengah anggotanya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan seperti buruh dan majikan. Tetapi, melainkan sebagai saudara tua ditengah-tengah anggotanya. Pemimpin yang demokratis berusaha menstimulasi anggotanya agar secara kooperatif untuk mencapai visi dan misi lembaganya. Dalam melaksanakan tugas, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari kelompoknya, juga kritikan-kritikan yang membangun. Selain itu ia juga mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri dan menaruh kepercayaan pula pada anggota-anggotanya.

D.  Komunikasi Dalam Menajemen Pendidikan
Reca (2010: 2) menungkapkan komunikasi memiliki hubungan yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Apalagi diantara syarat seorang pemimpin selain ia harus berilmu, berwawasan kedepan, ikhlas, tekun, berani, jujur, sehat jasmani dan rohani, ia juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi. Sementara itu, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan dan pengawasan dengan memberdayakan anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit diwujudkan.
Komunikasi dalam organisasi adalah komunikasi di suatu organisasi yang dilakukan pimpinan, baik dengan para karyawan maupun dengan khalayak yang ada kaitannya dengan organisasi, dalam rangka pembinaan kerja sama yang serasi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Proses komunikasi memungkinkan manajer untuk melaksanakan tugas-tugas mereka. Informasi harus dikomunikasikan kepada stafnya agar mereka mempunyai dasar perencanaan, agar rencana-rencana itu dapat dilaksanakan.
Pengorganisasian memerlukan komunikasi dengan bawahan tentang penugasan mereka. Pengarahan mengharuskan manejer untuk berkomunikasi dengan bawahannya agar tujuan kelompok dapat tercapai. Oleh karena itu, seorang manajer akan dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen melalui interaksi dan komunikasi dengan pihak lain. Jadi komunikasi dalam menajemen itu sangat diperlukan karena dengan adanya komunikasi maka segala sesuatu dapat tercipta dan terlaksana.

E.  Tantangan Menajemen Pendidikan
Menurut Ali Idrus, (2011:4) dunia pendidikan Indonesia, saat ini, setidaknya menghadapi empat tantangan besar yang kompleks, yaitu:
1.    Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah (added value), yaitu: bagaimana meningkatkan nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
2.    Tantangan untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap terjadinya transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industri yang menguasai teknologi dan informasi, yang implikasinya pada tuntutan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
3.    Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu bagaimana meningkatkan daya saing bangsa dalam meningkatkan karya-karya yang bermutu dan mampu bersaing sebagai hasil penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks).
4.    Munculnya kolonialisme politik. Dengan demikian kolonialisme kini tidak lagi berbentuk fisik, melainkan dalam bentuk informasi. Manajemen pendidikan tidak akan pernah bisa lepas dari empat tantangan besar yang kompleks ini. Keputusan manajemen harus mempertimbangkan factor-faktor ini, dan karenanya memahami isu-isu globalisasi dalam dunia pendidikan menjadi kemestian bagi setiap para pengambil kebijakan di bidang pendidikan, baik itu di tingkat birokrat-administrator seperti menteri pendidikan, para kepala dinas, dan para manajer teknis seperti rektor, dekan, dan para kepala sekolah, dan bahkan para guru yang mengelola pembelajaran di kelas.

Senin, 11 November 2013

landasan pengembangan kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
      Sebuah bangunan tertinggi tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang kuat agar dapat berdiri tegak, kokoh, dan tahan lama. Hal ini juga berlaku pada  pengembangan kurikulum. Apabila landasan atau fondasi pendidikan atau kurikulum lemah dan tidak kokoh maka yang akan di pertaruhkan adalah peserta didik.
        Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
      Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu pengembangan  suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja landasan pengembangan kurikulum?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui apa saya yang menjadi landasan pengembangan kurikulum.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan pengembangan kurikulum
      Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
      Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
      Menurut salah seorang ahli kurikulum yang bernama robert.S. Zais (1976), kurikulum suatu lembaga pendidikan di dasarkan oleh lima landasan.  Namun terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
1.      Landasan Filosofis
                           Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam             melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum di sekolah.   Dalam pengertian umum, filsafat adalah cara berfikir yang radikal,            menyeluruh dan mendalam atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu secara mendalam. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
                        Filsafat akan menentukan arah kemana siswa akan dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah yang dianut oleh suatu negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut.
        Tujaun pendidikan nasional di Indonesia bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia. Hal ini telah diwujudkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasiuonal, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasamani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan.
                        Sebagai implikasi  bagi para pelaksana pendidian terutama guru dan kepala sekolah, dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum di sekolah maka nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut harus menjadi acuan yang mendasar dalam mewujudkan praktik pendidikan di sekolah sehingga menghasilkan siswa yang beriman, berilmu dan beramal dalam kondisi serasi, selaras, dan seimbang. Disinilah pentingnya filksafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan.
          Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan yang dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut. Pengembangan suatu kurikulum, walaupun pada tahap awal sangat diwarnai oleh filsafat dan ideologi negara, namun menuntut untuk senantiasa diperbaiki, diperbarui, dan disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan karena kurikulum itu sifatnya hipotetis. Maksudnya, kurikulum menentukan manusia hari esok (masa depan) pada hari ini berdasarkan pengalaman masa lalu.
                        Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan. Kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1.      Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.      Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3.    Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4.      Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5.      Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
                        Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme                        merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model        Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan         Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam        pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
                        Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan      tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum,             penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih      mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang             terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa       negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran          landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih     menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2.      Landasan Psikologis
                              Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sedangkan    kurikulum adalah upaya menetukan program pendidikan untuk mengubah prilaku manusia. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkenaan dengan proses perubahan perilaku siswa. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
                        Dua cabang psikologi yang dianggap penting di perhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan siswa dan psikologi belajar. Psikologi belajar memberikan sumbangan bagi kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu di berikan kepada siswa. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa sesuai dengan  taraf perkembangan siswa.
1)      Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
          Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya Menurut J.J Rousseau, bahwa anak sejak lahir sudah memiliki potensi untuk berkembang.
            Menurut John Locke, perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, dimana semua orang-orang disekelilingnya dapat bebas menulisi kertas tersebut.
     William Stern, bahwa perkembangan anak merupakan hasil dari perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan semburna berkat pengaruh dari lingkungan. Aliran ini di sebut aliran konvergensi.
     Pandangan tentang anak sebagai mahluk yang unik sangat perpengaruh terhadap perkembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, yaitu:
a.       Setiap anak diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai bakat, minat dan kebutuhannya.
b.      Disamping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum yang wajib di pelajari setiap anak, sekolah menyediakan pula pelajaran-pelajaran yang sesuai dengan minat anak.
c.       Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar keterampilan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
d.      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang memandang pengetahuan, nilai atau sikap,  dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh dan lahir batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak atau individu dalam proses pelaksanaan kurikulum (pembelajaran) dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku siswa.
b.      Bahan atau materi pelajaran yang diberikan sesuai kebutuhan, minat, dan perhatian siswa serta bahan tersebut mudah dijangkau oleh siswa.
c.       Strategi pembelajarajn bahan ajar di sesuaikan dengan taraf perkembangan siswa.
d.      Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat siswa.
e.       Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap satu ketahap lainnya dan di jalankan secara terus menerus.
2)      Psikologi Belajar dan Kurikulum
      Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu atau siswa belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku baik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman, dapat di kategorikan sebagai perilaku hasil dari belajar.
     Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan            sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan        kurikulum.
     Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu teori disiplin mental atau teori daya, teori behaviorisme, dan teori organismik. Menurut teori daya dari lahir anak atau individu telah memiliki potensi-potensi tertentu yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Rumpun teori yang kedua adalah teori behaviorisme, teori ini mencakup tiga teori yaitu koneksionisme, kondisioning, dan penguatan. Teori behaviorisme ini berangkat dari asumsi bahwa individu tidak  membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu  di tentukan oleh lingkungan ( keluarga, sekolah, masyarakat).  Teori belajar yang ke tiga yaitu teori belajar organismik, teori belajar ini mengecu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, tetapi keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan. Hubungan ini dijalin oleh stimulus respon. Dalam teori ini guru hanya sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan  dan siswa berperan sebagai pengelolahan bahan pelajaran. Belajar berlangsung brdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi anatara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini, bkan menghafal tetapi memecahkan masalah. Teori belajar ini banyak mempengaruhi praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah karena teori ini memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Belajar itu berdasakan keseluruhan
b.      Belajar adalah pembentukan kepribadian
c.       Belajar berkat pemahaman
d.      Belajar berdasarkan pengalaman
e.       Belajar adalah suatu proses pengembangan
f.       Belajar adalah proses berkesinambungan
g.      Belajara akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa.
3.      Landasan Sosiologis
            Landasan sosiologis mengarakan kajian mengenai kurikulum yang di kaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga hal tersebut pada hakikatnya merupakan landasan yang sangat mempengaruhi penetapan isi kurikulum.
1)      Kurikulum dan Masyarakat
      Masyarakat adalah suatu kelompok individu terorganisasi yang berfikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Sebagai akibat dari perkembangan yang terjadi saat ini, terutama sebagai pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan hidup masyarakat semakin luas dan semakin meningkat sehingga tuntutan hidup semakin tinggi. Perkembangan masyarakat tersebut menuntut tersedianya proses pendidikan yang relavan. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan kehidupan dalam suatu masyarakat sehingga dapat memperiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi masyarakat dimana mereka hidup. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangan memperhatikan perkembangan masyarakat. 
      Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntan masyarakat, bukan hanya programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan staregi pelaksanaannya. Oleh karena itu, guru sebagai pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relavan dan berguna bagi kehidupan di masyarakat. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus di sesuaikan dengan kondidi masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang di capai oleh siswa akan bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum harus di tentukan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan masyarakat setempat.

2)      Kurikulum dan kebudayaan
      Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat.  Seluruh nilai yang telah di sepakati masyarakat dapat pula di sebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karya, karsa manusia yang di wujudkan dalam tiga hal sebagai berikut:
a.       Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b.      Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
c.       Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat.
Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Kebudayaan inilah yang membedakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks inilah siswa di perkenalkan dengan kebudayaan manusia, dibina dan dikembangkan dengan nilai budayanya, serta di bina kemampuan dirinya menjadi manusia yang berbudaya. Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan bahwa individu lahir belum berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan. Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan salah satu alat yang di sebut kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berfikir, berasa, bercita-cita. Oleh karena itu dalam mengembangkan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
3)      Kurikulum dan Perkembangan Iptek
      Ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia. Pengaruh dari perkembangan iptek ini cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial budaya, keagamaan, keamanan dan pendidikan. Perkembangan industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, vidio, dan alat-alat lainnya.
      Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat terutama perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara  langsung akan menjadi isi  atau materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung perkembangan Iptek memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah. Yang di hadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga di manfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis. Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan.  Landasan filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya.
      Landasan psikologis terutama berkaitan dengan teori belajardan psikologi perkembangan. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu di sampaikan dan bagaimana pula siswa harus memperlajarinya. Psikologi belajar berkenaan dengan penentuan stategi kurikulum.  Sedangkan psikologi perkembangan di perlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa.
      Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum kerena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan, kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budaya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikian atau kurikulum.